Notification

×

Iklan

Hosting Unlimited Indonesia

Iklan

Hosting Unlimited Indonesia

Tag Terpopuler

Temu Lumpur: Buku Ini Pernah Mati" Menghidupkan Kembali Puisi Lewat Tubuh, Suara, dan Visual

Kamis, 24 Juli 2025 | 13:18 WIB Last Updated 2025-07-24T06:18:21Z


Surabaya, - Sebuah peristiwa sastra dan seni lintas medium digelar di ruang komunitas Cakrawala Kata, Surabaya. Bertajuk "Temu Lumpur: Buku Ini Pernah Mati", acara yang digelar tanggal 22-07-2025 ini menjadi penanda cetakan ketiga dari kumpulan puisi Sebagai Daun yang Tak Pernah Lagi Raib Terbakar oleh Darah Api, karya penyair dan pegiat teater, Adnan Guntur. Acara ini menghadirkan puisi sebagai pengalaman, bukan barang jadi.

Dalam kesempatannya,Adnan Guntur menjelaskan,acara ini menampilkan berbagai kegiatan, seperti Pameran Visualisasi Puisi, Lapak Seni, Penampilan Musikalisasi, Beatbox, Teater, serta agenda Pidato Puisi yang disampaikan oleh M.A. Haris Firismanda dan Viper Berbisa. 

"Pidato Puisi ini memberikan kontribusi signifikan terhadap pembacaan kritis atas puisi sebagai peristiwa tubuh,"ujar Penyair muda tersebut,Kamis (24/07/2025).

Ia mengungkapkan, puisi-puisinya dibawakan dalam bentuk musikalisasi eksperimental, beatbox, dan teater. 

"Puisi tidak hanya diucapkan, tapi juga diembuskan, dikunyah, dipuntir. Komunitas Sastra Lumpur sendiri tampil bukan sebagai pembaca puisi, tapi sebagai "pengganggu bunyi". Mereka membacakan puisi sambil berjalan di antara penonton, menggunakan pengeras suara kecil dan alat-alat dapur sebagai pengiring,"ungkap Adnan.

Menurutnya,Acara ini juga menampilkan Lomba Cipta Puisi yang dibuka sejak awal Juli dan diumumkan pada 24 Juli 2025. Panitia menegaskan bahwa tujuan lomba bukanlah kompetisi semata, melainkan laboratorium terbuka bagi siapa pun untuk merespons puisi Adnan secara bebas. 

"Beberapa karya bahkan tampil sebagai puisi visual, kolase teks, dan puisi dalam bentuk suara rekaman,"tutur Adnan.

Masih lanjutnya,buku Sebagai Daun yang Tak Pernah Lagi Raib Terbakar oleh Darah Api pertama kali diterbitkan tahun 2021. Kini, dalam cetakan ketiganya, Adnan menyatakan bahwa versi ini bukan "pembaruan", tapi "perhentian". 

"Buku ini, katanya, telah memilih jalannya sendiri. "Saya hanya pembuka pintu," tulisnya.

Adan Guntur menambahkan,Acara ini membuktikan bahwa teks tidak harus sakral untuk menjadi hidup. Puisi tidak harus selesai untuk menyapa. Dan pembaca tidak harus paham untuk mencintai. 

"Temu Lumpur: Buku Ini Pernah Mati bukan sekadar re-launching, melainkan sebuah upaya menggugat cara kita memperlakukan puisi: sebagai benda, sebagai makna, sebagai estetika, bahkan sebagai penyelamat, imbuhnya.

Dengan demikian, acara ini menjadi sebuah laboratorium hidup dari cara baru membayangkan peran puisi dalam kehidupan sosial. Puisi tidak hanya diproduksi atau dikonsumsi, tetapi juga diuji, diacak, dipelintir. Proses ini menantang siapa pun yang hadir untuk tidak hanya menjadi penonton, tetapi juga partisipan dalam penciptaan makna.

Temu Lumpur: Buku Ini Pernah Mati adalah sebuah perayaan kebangkitan kembali puisi Adnan Guntur yang "kembali dari kematian". Acara ini menunjukkan bahwa puisi dapat hidup dan bertransformasi dalam berbagai bentuk ekspresi seni, dan bahwa kematian bukanlah akhir, melainkan awal dari sesuatu yang baru.

(GN)
×
Berita Terbaru Update